Home » » Rasa Bangga yang Membuatku Bravo (Bunda)

Rasa Bangga yang Membuatku Bravo (Bunda)


RASA BANGGA YANG MEMBUATKU BRAVO(BUNDA)

Kimidake ni aittakattayo.
Itsudatte aittakattayoo…
Imamo dakishimete iruyo
Kimi no sorettewoo.

Lagu milik JYJ membangunkan ku, tepat pukul 05.00 pagi, aku terbangun karna suara itu begitu keras di telingaku.
Kulihat, ada nomer baru yang menghubungiku, segera aku angkat, dengan suara kluruk seperti ayam jago di pagi hari, aku bilang

“Pagi,” ….. sambil ku kucek mataku, UAAAAA, aku masih ngantuk sekali.

”Hallo, Assalamualaikum “ Kata orang yang menelponku di seberang sana.

“Walalaikum salam Ayah!” aku kenal suara itu, itu ayah.
“Kenapa suaramu nduk? Seperti jago !!”

“hehehe, baru bangun ayah!!, ayah ini nomer siapa? Hp siapa?”

“ini hape teman ayah, ayah pinjam pengen denger suaranya anak ayah!!” kata ayah basa basi.

“hehehe ayah!!” katku, kembali ku kucek kucek mataku, daku usap usap rambutku sehingga jadi berantkan.

“Ada apa ayah? Kog sampai pinjam hape nya temen pagi pagi seperti ini?”  tanyaku.

“Ayah sekarang ada di bandara, ayah mau ke luar Jawa!”

DEG…. Aku terbelalak, mata sipitku melotot, mulut kaget menganga, sambil ku ingat ingat lagi apakah aku masih tidur? Apa aku masih dalam mimpi? Tapi TIDAK aku sudah bangun dan yang ku dengar ini benar suara ayah.
Aku lemas sekaligus, kenapa ayah tiba tiba meneleponku dengan posisi sudah di bandara, apa maksudnya?

“Owww!”
Hening sejenak ,  hanya itu tanggapanku, karna mulutku sudah kaku tak tahu harus berkomentar apa, aku kalah dengan rasa shock ku.

“Ayah mau kerja di NTT, kerja proyek sama temen ayah, !” jelas ayah.

Pikiran ku langsung pada orang orang yang tinggal di rumah bersama ayah, yaitu bunda dan 2 adikku. Bunda orang yang paling aku khawatirkan, Jangan sampai terjadi apa apa padabunda saat saat seperti ini.

“Bunda?” tanyaku,

”Justru itu, ayah menelepon kamu memintamu untuk segera pulang ke rumah, menengok bundamu, karna ayah juga kemarin berangkat mendadak dan tak meninggalkan apapaun untuk bunda mu dirumah,”

Deg!!!, rasa shockku bertampah parah, apa? Kog bisa?

“Iya, tapi amey masih try out ayah, jadi belum bisa kalau hari ini,!”

“Iya tapi cepat pulang ya tengok bundamu ayah mengharwatirkan bundamu”

“Iya ayah , amey akan segera pulang kog.” Aku menahan air mataku, tapi ayah tak tahu kalau aku menangis, tanggapanku juga biasa saja. Tak terkejut sama sekali, itu yang di ketahui ayah..

“Yasudah, amey mandi dulu,amey mau bantu eyang asih, sudah siang ayah, assalamualaikum!”
“Iya waalaikum salam hati hati, sekolah yang pintar!”
“Iya ayah.”..

Tut…. Tut… tut
Aku mengusapair mataku, pikiran ku sudah melayang jauh kemana mana, bisakah bunda dirumah mengatasi masalah ini? Yang aku takutkan bunda berfikir terlalu keras karna ayah pergi, aku tak mau bunda kumat dengan penyakitnya yag dulu. Bunda paling tidak bisa terkena fikiran yang berat, karna bunda pernah sakit, gangguan jiwa stress, dan dirawat di rumah sakit jiwa semasa aku kecil.

Dan aku tak mau itu terulang hanya karna masalah ini. Pikiran ku sat itu benr benar tak karuan, tapi aku harus selesikan ulanganku,

Aku beranjak ke mamar mandi membasuh anggota tubuhku dengan air wudhu, lalu ku kerjakan sholat shubuh, aku berpanjat pada Robbi, Ya Allah!!! Kataku.
Aku menangis lagi…. Rasanya aneh, kenapa sampai Ayah pergi seperti itu?

*****  ****  ****

Bunda ku makan apa?   Batinku tiap aku makan, adikku sekolah apa nggak? Batinku setiap aku melihat anak SD berangkat sekolah. OWh Tuhan!!
Aku pun takbisa menghubungi bunda karena memang tak adayang bisa aku hubungi  di rumah, menghubungi tetangga pun aku tak bisa, rumah ku jauh dari tetangga.

Akhirnya aku pulang meski jarak nya cukup lama sejak ayah menelepon ku saat itu, karna aku harus berfikir dua kali, karna aku  pulang bukan sebagai anak yang suda membantu orangtua dari segi ekkonomi, tapi aku masih dating sebagai ebagai anak yang  butuk uang saku jika aku kembali ke sekolah.

***** ***** ****

Aku di depan rumah dan aku kembali membayangkan keadaan orang-orang di dalam rumah, sedikit berlebihan  sih tapi aku memang benar benar khawtir dengan bunda.

Dengan perlahan dan keraguanku aku melangkah mendekati daun pintu rumah yang terbuka, rumah sepi? Kemana orang orang? Kulangkahkan kaki ku perlahan memasuki rumahku, yang sepertinya sudah lama sekali aku tak hadir dalam rumah ini.

“Assalamualaikum!!” salam ku

“Waalaikum salam!” jawab bunda yang terdengar lirih jauh dibelakang rumah.

“Anak ku pulang trnyata!” tambah bunda,

Aku mencium tangan bunda, lalu menaruh tasku ke kursi.
Adik adikku mendekat pula, anak anak polos yang dengan kedatanganku saat itu langsung bercerita kalau ayah mereka pergi jauh dari rumah, dan ku lihat rasa marah juga di mata Lala, adikku yang paling kecil, yang ia tahu Ayahny pergi jauh dengan tiba-tiba, hanya itu saja. Rasanya nelangsa melihat adik adikku, aku beralih ke bunda yang saat itu baru selesai cuci baju, dengan bau khas sabun cuci kesukaan Bunda, aku melihat ekspresi bunda yang sepertinya baik baik saja, tak seperti yang aku bayangkan sebelum sampai rumah.

“Gimana bunda? “ tanyaku lirih dengan suaraku yang terlihat lelah.
“Alhamdulillah, sudah jangan terlalu memikirkan bunda, bunda bisa mengatasi kog, Alhamdulillah bunda ditolong oleh Allah!” kata bunda yang seolah tahu pandangan mataku yang terlihat lelah itu bermakna rasa khawatir  dan nelangsa yang berlebih pada bunda.

“Hehe “ aku nyengir.
“Ada lauk apa bunda?” aku mencoba mencairkan suasana hening yang sempat terjadi tadi. Sambil ku elus elus perutku aku berdiri dari dudukku, itu memang kebiasaanku, menanyakan apa yang di masak bunda hari ini.

“Ada botok, pepes, sayur bayam juga ada!” Bunda berjalan ke dapur lalu aku mengikuti di belakang.

“Bunda buatin the apa Energen kesukaan kamu?”

“Energen saja bunda,” sambil ku buka satu persatu benda benda yang ada di dapur, ku buka dandang yang isinya ternyata botok dan pepes, batinku bertanya, bunda memasak sebanyak ini? Lalu kubuka tempat nasiku, nasi juga ada, kubuka lagi tempat berasku, ada beras. Lalu ku pandangi lagi bunda. Tak terlihat sedikitpun beban yang bunda pikirkan seperti sebelum sebelumnya. Aku tersenyum di belakan punggung bunda, sedikit lega dan air mata yang baru sedikit yang minta nongol di pelupuk mataku. Orang orang di rumah bisa makan. Dan adikku tetap sekolah.

“Kog masak botok banyak bunda?”

“Iya bunda jualan botok sekarang” Bunda memberiku segelas Energen.

Aku langsung ke depan TV  bersama adik adikku yang bergelatakan di lantai asyik lihat TV. Bunda mengikutiku dan menemaniku duduk dilantai.

“sejak kapan bunda?” tanyaku dengan nada yang datar, tapi dalam hati ku aku bangga pada bundaku yang bisa seperti ini.

“Ayahnu kerja jauh tanpa meninggalkan apapun di rumah, bunda juga gag bisa pinjam uang di kumpulan biasannya, akhirnya bunda membuang rasa malu bunda untuk pinjam ke nenek mu, terpaksa bunda bercerita pada tantemu,” cerita Bunda. Aku melnjutkan menikmati Energen vanila buatan bundaku.

“Iya tante yang memberitahuku sebelum bunda kog!”

“Ayah juga meneleponku saat di bandara, ya Alhamdulillah bunda bisa langsung tanggap, !”

“Iya nduk, Alhamdulillah, bunda juga gag lepas sholat dhuha, bunda selalu sempatkan sholat dhuha sebelum berangkat jualan”

“Walaupun sedikit sedikit, tapi kog Alhamdulillah lancar!” Bunda bercerita sambil tersenyum. Aku juga meringis

Saat itu aku menghubungi ayah yang sudah ada di sebrang pulau sana, melepas kerinduan bunda dan adik-adik pada ayah, mumpung aku ada dirumah.

Kini saatnya adikku yang paling kecil bicara pada ayah, adikku yang ketus itu bias menangis dan seakan mengerti kalau ia ditinggalkan jauh tanpa ada sesuatu yang berharga di rumah. “Ayah jahat” protes adikku Lala

Ya Allah adikku …..

Aku ijin ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu, sepertinya memang air mata ini sudah ngantri di mata dan  memaksa untuk keluar.

Seiring mengalirnya basuhn  air  wudhuku air mata ini pun mengalir, bunda tak boleh tahu aku menangis. Dimata bunda aku amey, anak pertamanya yang kuat.

Ya Allah, terima kasih, bunda meski amey baru bisa akrab dengan bunda ketika amey menginjak SMA, masih 2 tahun yang lalu, tapi amey sangat bangga pada bunda. Bunda sudah banyak berubah, bunda sudah benar benar sembuh.
 Rasanya ingin aku memeluk, mencium dan bersandar di pangkuan bunda. Mungkin ini hal yang biasa, dan mungkin bisa saja sangat mudah di lakukan oleh ibu-ibu yang lain, selain bundaku. Tapi bagiku ini merupakan suatu hal yang sangat mengharukan suatu hal yang hebat.
 Aku tahu bundaku, karna memang aku lah yang tahu bagaimana bunda sakit, aku tahu bagaimana ayah mencarikan segala sesuatu untuk  bunda berobat, demi sebuah kesembuhan dan bersama anak anaknya. Bagaimana bunda mau kembali pada ayah setelah surat perceraian melayang di pengadilan agama, dan perceraian mereka sah, semua karena anak anaknya.
Aku yang tak bisa mendapat  perhatian bunda disaat anak-nak seusiaku memang masa-masa nya seorang ibu berperan untuk anaknya, dan Lika adik kecilku yang tak bisa mendapat ASI di masa bayinya, karena bunda sakit dan kami berpisah saat adik ku Lika  masih berumur 13 bulan.
Dimana saat aku mengunjungi bunda di Rumah sakit jiwa, dan aku yang baru menyadari kalau itu sebuah rumah sakit jiwa saat aku beranjak dewasa. Saat  bunda keluar dari rumah sakit jiwa dan tubuhnya kaku seperti robot karna over dosis , saat bunda tak lagi kaku tapi puncak kestresan bunda meningkat, saat ayah bertengkar dengan keluarga Bunda karena ingin mengajak bunda kembali ke rumah, kasihan kami yang kevil kecil itu, tak ditemani seorang bunda,  saat bunda benar benar tak mengenaliku dan kembali pada kami, saat bunda yang sengaja di kurung di kamar karena jika kamar itu tak di kunci bunda bisa kabur akibatnya jika tak ada yang cepat menemukan bunda bisa saja bunda jadi orang gila yang berkeliaran di jalan-jalan bunda memang saat itu benar benar kacau, dengan anaknya pun bunda sempat tak mengenali
 Saat kecuekanku mulai tergugah dan  aku suka mengintip bunda dari jendela luar kamar tempat bunda dikurung, Aku sering meninggalkan sebiji Jambu yang baru aku petik sendiri.Aku yang sering di ajak ayah untuk masuk ke dalam kamar itu, menemani ayah menyuapi bunda.
Aku yang sejak perpisahanku dengan bunda 3 tahun lamanya sebelum bunda kembali pada kami tak pernah berkata apapun pada bunda, sampai-sampai ayah menegurku karna aku tak pernah bicara pada bundaku. dan aku yang masih sangat kecil itu sering menangis di bawah jendela kamar bunda, nelangsa merasa kasihan melihat bunda orang yang melahirkanku tak pernah aku peluk, tak pernah menemaniku belajar, tak pernah menemaniku saat aku terima rapor dan aku dapat peringkat bagus di sekolah.
“Bunda ini jambu klutuk, aku baru saja manjat pohon” itu kata kata yang ku ingat , aku letakkan jambu klutuk yang bagiku paling besar saat aku petik di pohon, dengan tangan kecilku, dan kaki yang jinjit aku letakkan di meja dekat jendela.

“Sini nak!” kata bunda saat itu, namun aku hanya tersenyum, lalu aku segera berlari karna aku dengar suara paklekku mencariku. Sepertinya saat itu aku takut kalau ketahuan saat mengintip bunda di kamar. Aku yang sembunyi di balik dinding bambu dapur rumah nenekku dan ku lihat paklekku menutup daun jendela yang terbuka tadi. Sungguh kasihan Bundaku.
Namun sekarang tidak lagi, aku menangis bukan karena kesedihanku saat itu, aku menagis karna bundaku yang dulu tak ada lagi, bundaku sekarang sedang bercengkerama bersama adik adik di depan TV itu sudah berubah.

Aku menangis terisak, kenapa harus terjadi, entah kenapa saat itu aku benar benar merasa kecewa dengan keputusan ayah yang tiba tiba pergi dari rumah, tidak biyasanya ayah seperti ini, karna memang ayah yang sangat melarangku untuk menceritakan sebuah masalah pada bunda, kami benar benar menjaga pikiran dan perasaaan bunda, rasanya aku kejam sekali membuat bunda berfikir keras, aku benar benar tidak mau adik ku mengingat masa kecilnya dengan kesan yang menyedihkan, cukup aku.

Tapi ayah memutuskan ini

Bunda seperti memulai kehidupan bar, sejak menikah dengan ayah, bunda yang denga ilmu agama nol, bunda yang dengan pengalaman susah masih sedikit, harus spontan menerima keadaaan ayah yang berbeda jauh dengan kehidupan bunda, aku bisa mengingat dimana kami merantau dan dengan usaha yang jatuh bangun, dan setelah melahirkan adikku yang besar,saat usaha ayah bangkrut saatirulah bunda mulai stress.
Tapi sekarang Bunda ku menjadi sosok yang sholehah, tak  pernah meninggalkan sholat, berkerudung tak seperti masa mudanya dulu, meski tak se fress dulu tapi ini lebih baik dari pada sakit dulu, bunda juga  mau ke sawah dan ikut jadi buruh tani, meski sebenarnya tak  ada yang mau memperkerjakan bunda karna memang bunda tak pandai bekerja kasar, bunda mau menemani ayah dalam  keadaan apapun, mau berfikir masalah sekolah anak anaknya, bisa menemani belajar adik adik,, dan mencarikan modal saat ayah butuh , Bunda aku sayang bunda.

Bunda bercerita panjang lebar tentang ksan pertamanya saat memulai jualan botok tiap pagi di dusun dusun, soal tetangga tetangga sekitar, Bunda telah mengubah pandangan orang orang dan menghapus ingatan mereka kalau bunda itu pernah sakit jiwa. Dengan guyonan guyonan yang kuselingi di tengah cerita bunda, bunda pun terlihat menikmati kegiatan barunya itu. Bunda senang dan tertawa.

Aku anya kenapa ayah pergi jauh seperti itu, dan bunda menjawab maksud bunda yang ingin aku bisa kuliah , bunda ingin membantu anak pertamanya ini agar bisa sekolah setinggi mungkin , Bunda ingin menjadikan aku bunda yang tak bisa menggapai cita citanya, bunda ingin kehidupan yang lebih baik pada anak anaknya.  Aku terenyuh , ini semua untuk aku?

Untuk aku? Untuk adik adikku? Untuk kami anak-anaknya, aku tersenyum menghapus air mataku yang sudah ngebet pengen keluar lagi dai kantungnya.

Sampai sampai aku berfikir andai aku tak punya prestasi yang di mereka banggaan apakah sebesar ini usaha bunda untuk ingin melihat aku kuliah?

Bunda berubah demi anak anaknya, bunda benar benar sembuh, dan aku tak pernah melihat lagi bunda mengeluh ada makhluk-makhluk tak jelas  yang membisikinya, bunda yang berbicara sendiri entah dengan siapa. Ya Allah aku benar benar tak pernah melihat itu lagi.

 Bunda yang ku bawa ke masa ku saat ini, kubawa denga dunianya yang dulu yang suka music, kubawa dengan cerita ceritaku   di SMA, kubawa saat masa-masa bunda dulu yang sama  sepertiku, sering di lapangan kemah, dan cerita saat bunda Jambore nasional di Jakarta pun sering muncul saat aku bercerita tentang organisasiku. Bunda yang suka sekali komentar tiap ada penyanyi yang menyanyi di televisi. Ternya ta bundaku yang sebenarnya itu cerewet dan memang masa mudanya bunda GAUL banget berbeda dengan masa mudaku sekarang, aku mulai mengoreknya saat sekarang dan terkadang aku melongo mendengar cerita bunda, karena selama ini aku melihat sosok bundaku yang sakit.

Bunda yang sangat hafal dengan music dan penyanyi kesukaanku. Entahlah, aku memang sengaja membawa bunda ke duniaku, saat itu aku bermaksud membuat bunda seperti bunda yang aku impikan, aku iri dengan temanku yang bisa bercerita masalah pribadi dengan bunda merekaa, aku juga kasihan jika adik-adikku jadi korban jika bundaku selalu berfikiran fanatik dan ketakutan seperti saat sakit dulu,  tapi kini aku yang mengubah bunda ku seperti yang aku mau.

Dan sekarang aku dengan bangga bisa mencreitakan bundaku pada teman temanku. Cerita cerita yang seharusnya keluar dari mulutku saat aku masih SD, aku keluarkan saan aku SMA, terserah karna aku bisa menyajikannya sekarang.

Aku akhirnya bisa dengan lega kembali sekolah, dengan ganyolan ganyolanku selama aku dirumah semoga bisa mengurangi kelelahan bunda dalam usahanya yang baru.

Aku kembali sekolah dengan cerita sedih nelangsa karna ayah yang pergi tapi dengan kebanggaan saatkau melihat bundaku yang Wonder.

Hemh…. Bunda ayow berjuang, ayow lihat adik adik, jangan sampai terulang kisah kecilku pada adik adikku. Bunda ku yang hebat, bunda ku yang mengubahku jadi sosok yang cerita karna aku ingin menutupi kisah sedihku tentang bunda. Bunda ku yang semakin kuat dengankeadaaan, bundaku yang makin keren karna selera music nya kembali.

Aku bisa ujian dengan tenang karna ternyata kekhawatiranku telah salah, Bunda bisa mengatasi keadaan. Sekarang aku semakin semangat untuk memberi apa yang ku bisa untuk persembhan pada Bundaku. Tak masalah aku yang hanya punya cerita sedih tentang bunda di masa kecil tapi cerita kerenku tentang bunda kau mulai sejak aku ikut mengubah jalan piker bunda.

BUNDA UKHIBBUKI, SARANGHAEYO, AISHITTERU, WO AINI, I LOVE YOU , ICH LIEBE DICH,
AKU SAYANG DAN SELALU BANGGA KARNA AKU TAHU BUNDA KU ITU MEMANG BUNDA YANG KEREN DAN CANTIK.

Rasanya tak cukup kata-kataku itu untuk bundaku. Terserahlah, tak ada yang tahu cerita bundaku saat aku kecil kecuali teman-teman SD ku, karna aku berubah sejak aku SMA, sejak aku yang tak mau orang-orang memandang ku karna kasihan melihat bundaku dan keluargaku yang sedikit kacau. Aku jadi sosok yang ceria dan tak mau kuhadirkan kesedihanku di depan mereka, bagiku semakin aku sedih semakin pula aku menyiksa perasaan bundaku.

BUNDA KU SEMANGAT MU UNTUK KAMI PASTI AKAN BERBUAH PULA,
Bisa aku yakin bunda bias menunggu buah-buah untuk bunda, Shalat Dhuha bunda, Shalat Malam bunda, ayat ayat suci yang bunda ucapkan dengan tulus itu pasti berbuah. Bunda dan Ayahlah alasanku bertahan.

Comments
6 Comments

6 komentar:

  1. mau dong botok'annya ma energennya,,
    buat makan pagi ini...
    cekikiki :p

    BalasHapus
  2. cia cia cia..

    monggo di pundut

    BalasHapus
  3. hahahahaah...
    uprruuutt..
    hahahaha..
    botok'an mambu d tawak'ne,,, awuwuwuuwwu

    BalasHapus
  4. sorry yaa,, aku suka nya yg busukk,,
    hahahah :pp

    BalasHapus